Institusion
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Author
MUHAMMAD ZIKRI WALDI , NIM : 07370001
Subject
Jinayah Siyasah
Datestamp
2016-04-26 08:34:58
Abstract :
ABSTRAK
Dewan Perwakilan Rakyat sesuai aturan yang dimuat dalam UU No. 10 Th.
2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD mengatur bahwa calon
anggota DPR yang berhak menjadi anggota DPR adalah calon yang memiliki nomor
urut terkecil apabila tidak ada calon yang lain yang memiliki suara penuh seratus
persen. Aturan itu kemudian sebagaimana telah digugat melalui pengujian undangundang
terhadap Undang-Undang
Dasar 1945
di Makhamah
Konstitusi,
Makhamah
Konstitusi
melalui
putusan
Nomor
22-24/PUU-VI/2008
memutuskan
bahwa
calon
yang
berhak
menjadi
anggota
DPR
adalah
calon
yang
memperoleh
suara
terbanyak
atau
tidak
lagi
berdasarkan
nomor
urut.
Beberapa waktu berselang, tatkala Presiden RI periode 2009-2014
mengumumkan susunan kabinetnya, didalamnya terdapat orang-orang yang
sesungguhnya adalah anggota DPR untuk periode yang sama, 2009-2014. Sebagai
akibat dari pelantikan beberapa orang anggota DPR itu menjadi menteri, tentu yang
bersangkutan harus berhenti dari keanggotaannya di DPR. Untuk mengisi kursi kosong
yang ditinggalkannya dilakukanlah mekanisme penggantian antarwaktu (PAW),
penggantian pejabat tertentu dalam periode satu masa jabatan. PAW yang seperti ini
kemudian penulis istilahkan dengan PAW dari senayan ke kabinet.
Dari peristiwa ini, penulis merumuskan dua rumusan masalah, yaitu:
(1)bagaimanakah kedudukan peristiwa PAW dari senayan ke kabinet itu dalam sistem
politik di Indonesia? Dan sebagai seorang pembelajar syariah, penulis merasa perlu
untuk melihatnya juga dalam perspektif siyasah syar’iyyah, (2)bagaimanakah siyasah
syar’iyyah memandang peristiwa PAW dari senayan ke kabinet? Kedua masalah yang
penulis angkat beranjak pada satu titik tumpu, yaitu apakah peristiwa ini akan
memaksimalkan peran legislator dalam menampung dan mewujudkan aspirasi rakyat
atau justru menjadi satu pembenaran dalam memenuhi nafsu memburu jabatan atau
kekuasaan oleh elite-elite politik atau elite-elite partai?
Penelitian ini dilakukan dengan menghimpun pndangan dari beberapa tokoh
politik nasional yang kemudian dianalisa dalam analisa sistem politik dan dilanjutkan
dengan anlisa perspektif siyasah syar’iyyah. Rangkaian tekhnik penelitian yang penulis
lakukan itu mengarahkan pada kesimpulan bahwa PAW ini menjauhkan legislator
dimaksud dari usaha menangkap aspirasi rakyat apalagi mewujudkannya. PAW ini
justru cenderung menjadi celah bagi legislator tertentu untuk keluar dari DPR dan
kemudian berada di jabatan baru yang lebih menarik. Sikap penerimaan legislator
tersebut terhadap jabatan baru itu secara sepakat dinilai jauh dari nilai-nilai moral dan
etika
Dengan kesimpulan yang demikian, maka yang harus dilakukan untuk mengatasi
PAW yang kurang berpihak kepada rakyat ini, para legislator dalam menerima atau
memilih jabatan baru bagi dirinya hendaknya mempertimbangkan perasaan rakyat yang
telah memilihnya untuk berada di DPR. Selain itu, perlu juga bagi legislator itu untuk
memperhatikan nilai moral dan etika dalam menerima ataupun menolak jabatan
tertentu.
Kata Kunci : DPR, Kabinet, PAW, Siyasah Syar’iyyah
Â
ii