Abstract :
Penulisan skripsi ini bertujuan untuk (1) menjelaskan tentang bagaimana
perdamaian ditinjau dari ritus thel keta dan perayaan sakramen tobat (2) menjelaskan tentang
makna ritus thel keta, (3) menjelaskan tentang makna perayaan sakramen tobat (4) melihat apa
perbedaan dan persamaan dari kedua upacara, (5) menampilkan hubungan keterkaitan antara
perayaan sakramen tobat dan ritus thel keta, dan (6) melihat nilai universal dari ritus thel keta.
Manusia pada hakikatnya adalah makhluk sosial. Aspek sosialitas menuntut manusia agar
dalam seluruh keberlangsungannya selalu berhubungan dengan yang lain. Tidak bisa disangkal
bahwa dalam proses keberlangsungan itu, manusia melakukan tindakan tidak terpuji. Tindakan
tidak terpuji yang dilakukan bisa menyebabkan terjadinya konflik. Konflik apapun bentuknya
dapat menyebabkan perubahan. Entah itu perubahan ke arah yang baik maupun sebaliknya.
Tindakan tidak terpuji menjadi bagian dari potensialitas manusia. Dalam terminologi
agama disebut dosa. Sedangkan masyarakat etnis Dawan menyebutnya sanat (kesalahan).
Manusia bersalah dan berdosa. Kesalahan apapun bentuknya dapat menimbulkan pemisahan.
Ketika adanya pemisahan, maka dengan sendirinya perdamaian pun menjadi hilang. Inilah
konsekuensi kebebasan dan dari padanya dituntut tanggung jawab. Manusia bertanggung
jawab atas salah dan dosa yang telah diperbuat. Atas dasar itulah dilakukannya rekonsiliasi.
Rekonsiliasi menjadi jawaban atas segala kerinduan manusia untuk melakukan
pemulihan dan penyesuaian guna mencapai perdamaian. Masyarakat etnis Dawan menyebut
upacara rekonsiliasi itu dengan nama thel keta. Sedangkan Gereja Katolik menyebutnya
dengan nama perayaan sakramen tobat. Ritus thel keta mengupayakan suatu bentuk pemulihan
atas segala kesalahan masa lalu yang dilakukan para leluhur. Kesalahan di masa lalu membuat
hubungan antara manusia dan sesamanya menjadi putus. Pemutusan hubungan itu
mempertegas akan ketiadaan perdamaian. Rekonsiliasi dalam ritus ini ditampilkan melalui
keralaan hati untuk bertemu dan bersatu bersama yang lain. Sedangkan perayaan sakramen
tobat diupayakan untuk memulihkan hubungan antara manusia dan Allah. Allah dan manusia
terpisah akibat dosa. Dosa pada hakikatnya merusak dan memisahkan. Akibat dosa, tidak hanya
hubungan antara Allah dan manusia yang rusak melainkan hubungan antara manusia dan diri
sendiri, sesama serta alam ciptaan pun sama. Rekonsiliasi dalam sakramen tobat diungkapkan
melalui pertobatan sejati.
Kedua upacara rekonsiliasi ini mengafirmasi pentingnya perdamaian. Perdamaian
menjadi alasan mengapa kedua upacara rekonsiliasi dilakukan dan terus dilestarikan. Meskipun
secara bersama-sama mengafirmasi akan pentingnya perdamaian, tidak serta merta dapat
dikatakan bahwa kedua upacara ini sama. Sebagai suatu upacara yang muncul dari dua latar
belakang berbeda, tentu keduanya memiliki intensi dan penekanannya tersendiri. Intensi dan
penekanan itu hendak memberikan penegasan bahwa kedua upacara ini berbeda. Singkatnya
kedua upacara rekonsiliasi ini memiliki kesamaan dan perbedaan.