Abstract :
lstilah Sistem Peradilan Pidana bukan hanya meliputi hukum, tetapi juga berbagai
unsur non-hukum. Sistem Peradilan Pidana dimulai dari pembentukan undang-undang
Hukum Pidana di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), sampai kepada pembinaan
narapidana hingga keluar dari Lembaga Pemasyarakatan. Sistem Peradilan Pidana
mempunyai tujuan jangka pendek untuk resosialisasi, tujuan jangka menengah untuk
pemberantasan kejahatan dan tujuan jangka panjang untuk kesejahteraan masyarakat.
Oleh karena itu, sistem peradilan pidana menjadi harapan bagi upaya mengendalikan
kejahatan. Meskipun demikian, Sistem Peradilan Pidana di Indonesia, bukanlah satusatunya
senjata ampuh untuk menghadapi tindak pidana, karena masih sangat
dipengaruhi oleh: (a) profesionalisme penegak hukum; dan (b) persepsi yang sama
diantara para penegak hukum tentang bagaimana model Sistem Peradilan Pidana yang
dilaksanakan bersama. Sistem peradilan pidana tidak dapat lepas dari sistem hukum
dalam suatu negara secara keseluruhan, khususnya sistem hukum pidana menganut asas
persamaan kedudukan dihadapan hukum (equality before th'e law). Unsur mutlak dalam
hukum adalah asas-asas dan kaidah. Kekuatan jiwa hukum terletak pada dua unsur
tersebut, bahwa unsur asas hukum merupakan jantung pertahanan hidup hukum dalam
masyarakat. Semakin dipertahankan asas hukum, semakin kuat dan bermakna kehidupan
dan pelaksanaan hukum dalam masyarakat. Hukum Pidana yang dimodifikasi dalam
KUHP digolongkan sebagai hukum pidana materiel, sedangkan Hukum Acara Pidana
digolongkan sebagai hukum pidana formal. Sampai sekarang tidak ada kesamaan
pendapat tentang arti dari Hukum Acara Pidana, tetapi dari penempatannya dalam sistem
ilmu hukum, setidak-tidaknya fimgsi dari Hukum Acara Pidana tersebut dapat diketahui.
Sistem Peradilan Pidana erat kaitannya dengan hak tersangka dan terdakwa yang harus
dilindungi berkenaan dengan adanya perlakuan dari penegak hukum dalam melakukan
tindakan upaya paksa, mulai dari tahap pemeriksaan pendahuluan (penyelidikan dan
penyidikan), penuntutan, pemeriksaan disidang pengadilan, putusan hakim, upaya
hukum, sampai adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap. Pengambilpan
keputusan dalam Sistem Peradilan Pidana melibatkan lebih dari sekedar pemahaman
aturan dari aplikasi-aplikasinya. Perlindungan dan Perlakuan yang sama depan hukum
merupakan bentuk hak asasi yang paling sulit dijalankan dalam Sistem Peradilan Pidana
di Indonesia. Seorang tersangka, terdakwa atau terpidana, merupakan pihak yang rentan
atas pelanggaran hak asasi manusia. Pemerintah yang berdasarkan Undang-undang wajib
memenuhi hak asasi manusia tersebut, seringkali tidak mampu melakukan perlindungan
apapun ketika dituntut untuk memenuhi kewajibannya. fmplementasi Hak Asasi Manusia
pada Sistem Peradilan Pidana merupakan masalah yang penting karena berkaitan dengan
adanya hak tersangka dan terdakwa yang harus dilindungi berkenaan dengan adanya
perlakuan dari penegak hukum dalam melakukan tindakan upaya paksa, sementara Hak
Asasi Manusia merupakan hak yang bersifat mutlak dan tidak dapat dikurangi dalam
keadaan apapun dan oleh siapapun. Hak-hak ini mendapat pengakuan dari Negara
Republik Indonesia sebagaimana termaktub dalam Pasal 28 ayat (1) UUD 1945 serta
Pasal 4 Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.